KELANA KOTA
Ini Alasan Museum Pendidikan Surabaya Batal Diresmikan di Hari Pahlawan
Laporan Denza Perdana | Selasa, 12 November 2019 | 18:12 WIB

Bagian belakang Museum Pendidikan di Jalan Genteng Kali Nomor 10 Surabaya, Selasa (12/11/2019). Foto: Denza suarasurabaya.net
suarasurabaya.net - Aset di Jalan Genteng Kali Nomor 10 yang diserahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ke Pemkot Surabaya, Mei lalu, peresmiannya sebagai
Museum Pendidikan Surabaya tertunda.
Tadinya, bangunan cagar budaya yang sempat dikuasai pihak asing itu akan diresmikan jadi
Museum Pendidikan tepat pada peringatan Hari Pahlawan Nasional, Minggu, 10 November kemarin.
Pemkot
Surabaya batal meresmikan
Museum Pendidikan di hari itu karena Tri Rismaharini Wali Kota
Surabaya ingin meresmikan museum itu pada momentum yang lebih sesuai.
Iman Krestian Kepala Bidang Gedung dan Bangunan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (Cipta Karya) mengungkapkan itu, Selasa (12/11/2019).
"Targetnya memang saat Hari Pahlawan. Tapi, kok, Bu
Risma punya ide lain. Itu, kan, museum pendidikan, lebih pas diresmikan di hari yang berkaitan pendidikan. Hari Guru Nasional, 25 November," ujarnya.
Bagian depan Museum Pendidikan di Jalan Genteng Kali Nomor 10 Surabaya, Selasa (12/11/2019). Foto: Denza suarasurabaya.net
Alasan lainnya, saat ini,
Risma yang juga Presiden United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG-ASPAC) sedang berada di Afrika Selatan mengikuti pertemuan UCLG seluruh dunia.
Secara struktur bangunan, Iman mengklaim pengerjaan restorasi fisik bangunan cagar budaya, yang menghabiskan anggaran mencapai Rp1 miliar, sudah selesai. Sudah sesuai konsep yang diinginkan Wali Kota.
"Tinggal
finishing (pemolesan akhir) dikit-dikit aja. Konten (museum) juga sudah dimasukkan sama teman-teman dari Dinas Pariwisata. Sejak awal, kan, konsepnya memang museum," kata Iman.
Beberapa pengerjaan yang belum tuntas salah satunya pemasangan tegel di dalam bangunan. Pemkot
Surabaya berupaya mempertahankan kondisi asli bangunan, termasuk tegel.
Tim Satgas Pemkot
Surabaya yang terdiri dari bermacam Organisasi Perangkat Daerah terkait masih kesulitan mencari satu bagian tegel bangunan. "Istilahnya tegel kunci, dari tanah liat," ujarnya.
Bisa saja Pemkot
Surabaya membongkar semua tegel itu dan menggantinya dengan keramik, misalnya, tapi tindakan itu akan mengurangi kesan asli bangunan sesuai dengan eranya.
"Kami ingin mempertahankan tegel aslinya, sesuai eranya. Yang agak sulit memang itu. Selain itu, kami juga masih menebak-nebak fungsi bangunan, karena ada beberapa bangunan yang rusak," katanya.
Sesuai Surat Keputusan Kementerian Keuangan 96/KM.6/2019 tentang Penyelesaian Status Kepemilikan Aset, bangunan itu salah satunya pernah menjadi SMP/SMA Taman Siswa.
Namun, untuk kebutuhan sejarah bangunan yang juga akan menjadi konten museum, Pemkot
Surabaya masih melakukan penelusuran. Pernah dimanfaatkan sebagai apa saja bangunan itu?
"Yang jelas itu bekas sekolah, tapi katanya pernah jadi hotel, tempat kursus. Masih kami cari
track record-nya sejak 1913," ujarnya. Sejarah ini penting, karena akan jadi dasar perbaikan bagian yang rusak.
Timnya juga menemukan tulisan berbahasa Belanda di bagian belakang bangunan: "Villa Rivierzicht". Artinya, Villa dengan pemandangan sungai. Namun, Pemkot tetap perlu mencari literaturnya.
Sembari mencari literatur tentang fungsi bangunan itu di era pendudukan Belanda di Surabaya, Pemkot
Surabaya juga sudah berencana membangun sebuah dermaga menghadap ke Kalimas.
Selain bangunan utama Museum Pendidikan, di area itu juga akan ada Rumah Matematika. Selain itu, ada ruang serbaguna dan ruang publik terbuka di area dalam dan luar bangunan.
"Nanti di situ juga ada kantin kecil-kecilan. Kalau parkir, masyarakat nanti bisa menggunakan gedung parkir yang sedang dibangun Dinas Perhubungan di Genteng Kali," ujarnya.
Bangunan
Museum Pendidikan itu nantinya akan terintegrasi dengan Taman Ekspresi Genteng Kali yang letaknya memang bersebelahan. Karena itu, pengunjung nanti bisa memanfaatkan area parkir Taman Ekspresi.(den/iss/ipg)
Editor: Iping Supingah